Sejumlah guru sekolah dasar
yang hadir di seminar 'Aku Anak Sehat' langsung heboh melihat warna cairan
jajanan di sekolah mereka berubah menjadi ungu setelah ditetesi serum penguji
zat tambahan. "Yang berubah warnanya itu berarti mengandung zat tambahan
dalam makanan," kata Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan,
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Halim Nababan.
Dari uji zat tambahan pada
hari itu, terungkap banyaknya guru yang tak mengetahui bahwa jajanan yang berada
di dalam sekolahnya tidak aman. Contohnya, jajanan berbentuk nugget atau daging
olahan yang diberi tepung hanya dapat bertahan selama enam jam dalam keadaan
beku. "Jika diperjualbelikan lebih dari enam jam, akan rusak, bila
bentuknya masih baik-baik saja, berarti ada kemungkinan menggunakan zat
tambahan," ujar Halim.
Zat tambahan atau zat aditif,
menurut tim ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia sekaligus dokter spesialis
anak, T.B. Rachmat Sentika, merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan,
misalnya pewarna, pengawet, penyedap, dan pemanis buatan. Dari hasil
laboratorium, ada empat zat tambahan yang sering ditemui pada beberapa zat
makanan, yaitu Metanil Kuning, Rhodamin B, Formalin, dan Boraks.
"Penggunaan dan konsumsi terus menerus dapat menyebabkan gangguan gizi,
anemia, kerusakan hati, ginjal, serta organ lainnya. Dan yang paling berbahaya
adalah kanker," katanya.
Karena itu, anak harus
diajarkan untuk menjaga keamanan pangan sendiri dengan mengetahui lima kunci
keamanan pangan, yaitu mengenali dan membeli pangan yang aman, baca label
makanan dengan saksama, menjaga kebersihan pangan, serta mencatat seusai
mengkonsumsi suatu makanan. "Pangan yang aman adalah pangan yang bebas
dari bahaya biologis, kimia, dan benda lain," kata Halim.
Benda lain itu adalah
potongan (kawat) stepless, plastik, atau potongan tubuh binatang yang
tertinggal di dalam makanan. "Walau diproses secara aman, tetap saja,
kalau ada benda yang tertinggal, merusak rasa aman saat kita makan," ujar
Halim.
"Begitu pula ketika anak
membeli panganan jajan. Ajarkan anak menghindari makanan yang dibungkus dengan
kertas koran atau plastik hitam," ujar Halim. Sebab, kedua bahan
pembungkus itu berbahaya jika terkena panas, terutama kertas koran yang dapat
memindahkan tinta ke dalam makanan.
Anak juga harus diajarkan
membaca label bahan makanan untuk mengetahui kandungan gizi yang terdapat di
dalam makanan. Setidaknya, label bahan makanan harus memuat nama pangan olahan,
berat atau isi bersih, nama dan alamat yang memproduksi, daftar bahan yang
digunakan, nomor pendaftaran pangan, keterangan kedaluwarsa, serta kode
produksi.
Dalam menjaga kebersihan
pangan, anak tidak saja diajarkan mencuci tangan, tetapi juga memilih lokasi
jajanan pangan yang aman dan tidak jorok. Misalnya, kantin menjual makanan
bersih, tapi berlokasi di sekitar tempat pembuangan sampah atau toilet
sebaiknya dihindari. "Karena itu, sekolah juga harus mensosialisasi kunci
keamanan pangan ini kepada peserta kantin sekolah," kata Halim.
Sebab, bila makanan bersih
dijual di dekat tempat pembuangan sampah atau toilet, tetap akan mudah terpapar
bakteri atau kuman. "Dua tempat itu kan memang sarangnya bakteri dan
kuman," kata Halim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar