Translate

Jumat, 11 Mei 2012

Manajemen Risiko - Risiko Permodalan (Bab 14)


 
Pendahuluan

Asal muasal munculnya risiko permodalan pada perusahaan cukup sederhana, yaitu karena perusahaan meminjam uang. Setiap perusahaan yang meminjam uang menanggung risiko permodalan. Sebaliknya, perusahaan tanpa pinjaman, hanya mengandalkan ekuitas, tidak menanggung risiko permodalan.



Mengukur Risiko Permodalan dengan DFL

Bab 15 akan menguraikan risiko bisnis. Risiko ini merupakan fluktuasi laba sebelum bunga dan pajak ( earnings before interest and tax, EBIT ) relatif terhadap penjualan. Besarnya ukuran risiko bisnis disebut tingkat leverage operasi, TLO, atau degree of operating leverage, DOL, yaitu perubahan EBIT relative terhadap perubahan penjualan. Jika DOL sama dengan tiga berarti setiap kenaikan penjualan 1 % berakibat kenaikan EBIT 3 %. sebaliknya, penurunan penjualan 1 % berakibat penurunan EBIT 3 %.

Ukuran risiko permodalan bernama tingkat leverage keuangan, TLK, atau degree of financial leverage, DFL, yaitu rasio antara perubahan laba bersih dengan EBIT.
Seandainya perusahaan tidak mengeluarkan biaya apapun setelah EBIT maka yang membedakan besarnya EBIT dengan laba bersih adalah pajak. Bila pajak perusahaan telah masuk ( tax bracket ) ke dalam kelompok 30 % maka :

                        LABA BERSIH = EBIT ( 1 – Tpajak)

Selama tidak ada biaya lain setelah EBIT maka DFL sama dengan satu. Artinya, setiap kenaikan 1 % EBIT menyebabkan kenaikan laba bersih 1 %. Sebaliknya, setiap penurunan EBIT 1 % menyebabkan penurunan laba bersih 1 %.


Mengukur Risiko Permodalan dengan Koefisien Variasi

Ada cara lain pengukuran tingkat risiko permodalan, yaitu dengan menggunakan ukuran koefisien variasi. Secara umum, koefisien variasi merupakan rasio antara standar deviasi dengan nilai ekspektasinya. Dalam mengukur risiko permodalan, yang diukur adalah koefisien variasi EPS ( earnings per share, laba bersih per lembar saham ).


Kasus

PT Miranda telah menyusun rencana kerja dan anggaran untuk tahun depan. Ada tiga scenario sebagai dasar penyusunan rencana, seperti ditunjukkan dalam table 9.1 dan table 9.2 berikut. Scenario tersebut adalah optimis, normal, dan pesimis.

Table 9.1 menunjukkan scenario apabila perusahaan tidak meminjam, atau rasio D/E ( debt to equity ) nol. Table 9.2 menunjukkan scenario apabila perusahaan mengubah struktur modalnya menjadi D/E 40 %.

Skenario                                                                                              EPS
Kondisi
Probabilitas

Optimis
25 %
Rp. 100
Normal
50 %
Rp. 125
Pesimis
25 %
Rp. 150
Tabel 9.1 Skenario EPS tanpa pinjaman


Skenario                                                                                              EPS
Kondisi
Probablitas

Optimis
25 %
Rp. 75
Normal
50 %
Rp. 125
Pesimis
25 %
Rp. 175
 Tabel 9.2 Skenario EPS dengan komposisi modal D/E 40 %


Dengan menggunakan cara penghitungan seperti ditunjukkan dalam Apendik 3, diperoleh bahwa tanpa pinjaman ( sesuai data Tabel 9.1 ) maka diperoleh ekspektasi EPS sebesar Rp. 125 / lembar saham dengan standar deviasi Rp. 12,5. Berdasarkan perhitungan tersebut, besarnya koefisien variasi adalah :


            Koefisien variasi = 12,5  x 100 % = 10 %
                                            125


Koefisien variasi menunjukkan tingkat risiko. Semakin tinggi koefisien variasi, semakin tinggi risikonya. Koefisien variasi EPS perusahaan tanpa pinjaman mencerminkan risiko bisnis.

Dengan cara yang sama untuk data table 9.2, diperoleh ekspektasi EPS Rp. 125 dan standar deviasi Rp. 25. Besarnya koefisien variasi adalah :


            Koefisien variasi =  20  x 100 % = 20 %

Koefisien variasi EPS perusahaan yang memiliki tanggungan pinjaman mengandung dua jenis risiko : risiko bisnis dan risiko permodalan. Perhitungan di atas menunjukkan, risiko bisnis sebesar 10 %. Oleh karena itu, risiko permodalan sebesar :


            Koefisien permodalan = 20 % - 10 % = 10 %

Cara penghitungan risiko permodalan dengan menggunakan ROE sama dengan cara penghitungan risiko permodalan dengan menggunakan EPS, seperti diuraikan di atas. Pengertian keduanya juga sama. Semakin tinggi komposisi pinjaman dalam struktur modal, semakin tinggi risiko permodalannya.



Pengelolaan Risiko Permodalan

Pada dasarnya, ada 4 variabel yang perlu mendapat perhatian manajemen berkaitan dengan risiko permodalan : jumlah modal, jenis modal, sumber modal, dan struktur modal.


1.     Jumlah modal

Komisaris dan manajemen perlu memastikan bahwa pencarian modal tidak sia – sia untuk dibuat menganggur. Setiap Rupiah uang dalam laci atau rekening perusahaan dating dari suatu sumber, dan perusahaan harus membayar biaya untuk mendatangkan uang tersebut. Semakin banyak modal menganggur, semakin besar biaya modal sehingga semakin kecil profitabilitas perusahaan dan semakin kecil nilai perusahaan atau kekayaan pemegang saham.

Penempatan jumlah modal yang diperlukan pada dasarnya merupakan kebutuhan turunan. Artinya, perusahaan menetapkan terlebih dahulu rencana strategis, setelah itu baru bisa mengetahui besarnya kebutuhan.



2.     Jenis modal

Pada intinya modal ada dua kelompok besar : ekuitas dan pinjaman.

Ekuitas
Ekuitas atau modal sendiri adalah dana perusahaan yang bersumber dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Sumber ekuitas yang biasanya menjadi target pertama adalah laba ditahan ( retained earnings ). Laba ditahan merupakan dana yang paling mudah diperoleh karena sudah berada di tangan manajemen.
Mestinya manajemen dapat mengharapkan setoran jenis ini juga tidak membutuhkan biaya yang sangat besar. Masalahnya adalah pada penetapan nilai setoran. Bila nilai nominal per lembar saham Rp. 10 juta, misalnya ( catatan : bagi perusahaaan yang yang belum melakukan penawaran umum atau go publikc bisa saja menetapkan nilai saham per lembar sangat  tinggi, tetapi tidak wajar bagi perusahaan yang telah go public, managemen dapat menjualnya lebih tinggi dari Rp. 10 juta per lembar.

Pinjaman

JEnis modal kedua, pinjaman adalah dana yang didapatkan perusahaan dari kreditur atau investor dengan kesepakatan bahwa perusahaan berkewajiban mengembalikan dana tersebut kepada kreditur atau investor sebesar nilai nominal dana plus beban atau bunga pinjaman. Secara garis besar ada tiga jenis pinjaman : kredit, penempatan langsung, dan obligasi.

Kredit berasal dari dunia perbankan atau lembaga perantara. Kredit modal memiliki jatuh tempo yang panjang, minimum lima tahun. Pinjaman mengandung resiko yang lebih tinggi dari ekuitas karena perusahaan wajib membayar bunga dan mengembalikan pokok pinjaman, apapun kondisi perusahaan. Itulah sebabnya, manajemen lebih suka mendapatkan ekuitas dibanding pinjaman.

Penempatan langsung merupakan dana pinjaman untuk investasi yang bersumber dari lembaga keuangan nonbank. Dana pension, asuransi, dan lembaga nonbank lainnya.memungkinkan untuk menyisihkan dana yang mereka kumpulkan untuk disalurkan dalam bentuk pinjaman.

Obligasi merupakan dana pinjaman yang diterima langsung dari investor atau pemilik dana melalui mekanisme jual – beli sertifikat obligasi.
Perusahaan dapat mengeluarkan obligasi dengan karakteristik tertentu. Menurut status kepemilikan, perusahaan dapat mengemisi obligasi atas unjuk atau obligasi atas nama. Obligasi atas tunjuk merupakan sertifikat utang yang tidak mencantumkan nama dan alamat pemilik pada sertifikat tersebut.
Kelemahan dari obligasi atas unjuk adalah dalam hal transaksi. Investor perlu mendaftarkan obligasi yang ditransaksikan supaya status pembeli obligasi dicatat dan berhak atas pembayaran bunga dan uang pokok saat jatuh tempo.
Untuk kedua jenis obligasi tersebut, perusahaan juga dapat memilih bentuk bunga dari obligasi. Ada obligasi tanpa bunga dan ada obligasi dengan bunga.
Dari namanya sudah jelas, obligasi tanpa bunga tidak memberikan bunga kepada investor obligasi. Sebaliknya, obligasi dengan bunga memberikan sejumlah uang kepada investor obligasi berupa bunga. Obligasi jenis ini melampirkan kupon – kupon sebagai tanda bukti.
Obligasi dengan bunga juga ada 2 macam : obligasi dengan bunga tetap dan obligasi dengan bunga mengambang. Pada obligasi dengan bunga tetap, emiten tidak akan mengubah tingkat bunga selama umur obligasi yang bersangkutan. Berbeda dengan obligasi dengan bunga mengambang, emiten dan bank wali amanat akan menghitung ulang besarnya bunga yang harus dibayarkan ke investor secara regular.



3.     Sumber Modal

Ada  3 jenis utama sumber ekuitas : laba ditahan, modal setoran pribadi dan modal setoran public. Ada 3 pinjaman : kredit, penempatan langsung dan obligasi.
Sumber laba ditahan sudah jelas : internal perusahaan. Perusahaan mendapatkan laba, kemudian manajemen menegosiasikan kepada pemegang saham untuk tidak membagi dividen. Kalaupun membagi, manajemen perlu melobi untuk memberidividen dalam jumlah kecil.
Selain prinsip residual, manajemen juga perlu mempertimbangkan pola pemberian dividen selama ini. Ada perusahaan yang memegang prinsip dividen konstan. Artinya, manajemen selalu mengusahakan supaya besarnya dividen selalu sama dari waktu ke waktu. Bila berubah, investor atau pemegang saham akan curiga jangan –jangan ada sesuatu terjadi di perusahaan.

Sumber ekuitas kedua, setoran modal pribadi, dapat berasal dari dua jenis investor. Jenis pertama, pemegang saham saat ini. Selama masih memiliki dana, pemegang saham berkepentingan untuk menambah setoran modal, selama manajemen dapat meyakinkan mereka. Tetapi, bila telah kehabisan dana, atau ingin berbagi risiko dengan pihak lain, pemegang saham saat ini dapat memberi lampu hijau kepada manajemen untuk mengundang pihak lain memiliki saham perusahaan. Inilah jenis kedua, yaitu bisa individu yang kaya atau perusahaan yang mau menanamkan sebagian dananya dalam bentuk saham penempatan langsung.

Pinjaman dalam bentuk kredit bersumber dari perbankan. Perusahaan dapat memanfaatkan kredit local maupun luar negeri untuk menggalang modal pinjaman.

Bentuk kedua pinjaman, penempatan langsung pinjaman, dapat diperoleh perusahaan dengan biaya yang relative murah.

Bentuk ketiga pinjaman, obligasi, semakin menggiurkan di dunia dengan pasar modal yang semakin berkembang. Perusahaan pencari dana berlomba – lomba menanamkan nama baik dan popularitas supaya memiliki akses ke pasar modal. Semakin besar nama perusahaan, semakin bagus kinerja, semakin kecil beban bunga obligasi.
Proses memasuki pasar modal dengan menjual obligasi sama dengan proses memasuki pasar  modal dengan menjual saham.





4.     Komposisi Modal

Komposisi modal berarti penetapan berapa pinjaman, berupa ekuitas. Apapun yang dilakukan perusahaan, divestasi, likuidasi, atau akuisisi, berdampak pada perubahan modal.

Ada 3 tolok ukur komposisi modal yang baik. Pertama, ekspektasi EPS ( earnings per share, laba bersih per lembar saham ). Ukuran ini paling gampang digunakan dan dikomunikasikan ke pemegang saham.
Ukuran lain komposisi modal yang baik adalah biaya modal terendah. Ekuitas yang dikuasai perusahaan ada biayanya, yang disebut biaya ekuitas.
Demikian juga dengan pinjaman. Setiap pinjaman mengandung biaya efektif. Semakin tinggi persentase pinjaman dalam modal, semakin tinggio biaya pinjaman karena risiko pinjaman makin tinggi.
Biaya modal merupakan penggabungan kedua jenis biaya tersebut, biaya ekuitas dan biaya pinjaman setelah disesuaikan dengan penghematan pajak.
Atas dasar pertimbangan biaya modal, pilihan komposisi pinjaman. Terletak pada rasio pinjaman – ekuitas dengan biaya modal terkecil.
Pada rasio pinjaman – ekuitas rendah, biaya ekuitas dan biaya pinjaman rendah, sehingga biaya modal, sebagai rata – rata tertimbang keduanya, juga rendah.
Ukuran ketiga ini merupakan yang paling baik karena sejalan dengan tujuan pengelolaan perusahaan. Tujuan pengelolaan perusahaan adalah untuk memaksimalisasi kekayaan pemegang saham. Kekayaan tersebut langsung terukur dengan harga saham atau nilai kini dari ekspektasi arus kasnya.
Semakin banyak pinjaman, semakin besar tambahan keuntungan, semakin besar tambahan keuntungan, semakin besar tambahan arus kas bebas, dan semakin tinggi harga saham. Sampai pada suatu titik di mana kenaikan arus kas bebas tidak setinggi kenaikan biaya modal.
Rasio pinjaman – ekuitas yang paling ideal ini bisa menjadi acuan manajemen untuk menentukan kapan pinjam, dan kapan mencari ekuitas.









Risky Poppy Jayanthy Sinaga ( 0732150058 )
David Yunus Siregar ( 0732150075 )
Parlin. C. M. Sihombing ( 0732150047 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar