Kehidupan pernikahan memang tidak selamanya mulus.
Dalam perjalanannya selalu saja ada konflik. “Namanya hidup berumah
tangga berbeda karakter dan minat yang disatukan dalam pernikahan,
pastinya ada konflik satu sama lain,” kata Kassandra A. Putranto yang
dihubungi melalui telepon.
Psikolog keluarga ini menjelaskan
berbagai konflik muncul karena hal yang sepele yang bukan pada substansi
pernikahan. “Tetapi namanya sebuah hubungan pastilah ada pasang
surutnya. Enggak semua mulus,” ujarnya.
Sebaiknya untuk
menghadapi hal yang semacam ini berlakukan teori kue brownies. Kata
Kassandra, merujuk filosofi, kue brownies itu adalah kue bolu yang gagal
dalam proses pembuatannya.
Dia menuturkan, cita-cita awal
pembuatan kue ini membuat kue bolu yang coklat merekah dengan cita rasa
enak. Namun karena prosesnya gagal, kue inipun bantet alias tidak
mengembang dan warnanya coklat gosong. Selanjutnya, pada proses
pembuatan kue bolu yang gagal ini tidak menyurutkan semangat hanya
karena bantet, tidak mengembang dan jelek. “Justru meski secara bentuk
dan warna tidak menarik, ketika dicicipi rasanya masih enak. Terpikirlah
untuk membuat kue ini menjadi kue yang disukai orang,” katanya.
Nah,
dalam pernikahan dia menyarankan sebaiknya apabila pengharapan,
cita-cita, dan ekspektasinya tidak sesuai jangan dipaksakan, tetapi
disyukuri dan belajarlah dari filosofi teori brownies. Menurut dia,
kehidupan pernikahan memang tidak selamanya mulus, bahkan banyak gagal
dalam perjalanannya. Namun jangan kemudian dibikin pendek langsung
memutuskan perceraian. Kini, dari kue yang gagal kini kue brownies
menjadi kue yang banyak dicari dan disukai orang.
“Kalau orang
yang sudah lama menikah kemudian terasa hambar seiring waktu berjalan
itu sah-sah saja. Yang penting adalah belajar untuk mengembalikan
pernikahan. Dengan menerapkan teori kue ini dijamin akan bisa mengatasi
kendala dan menjalankan kembali cita-cita atau pengharapan pernikahan
yang di ujung tanduk,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar