Penyakit seksual sering kali
diidentikkan dengan perilaku seks bebas
atau perilaku seks menyimpang. Begitu juga dengan penyakit kanker serviks. Kanker serviks adalah kanker yang
menyerang bagian leher rahim (serviks).
Letaknya antara lubang sanggama (vagina) dan rahim (uterus). Kanker ini menyerang kaum hawa. Kanker ini
disebabkan oleh human papilomma virus
(HPV). Ada 100 tipe HPV. Namun yang paling banyak menyebabkan
kanker serviks adalah tipe 16 dan 18.
Dua tipe ini menyebabkan 70 persen kanker
serviks di seluruh dunia. Sisanya disebabkan oleh HPV tipe lain, di antaranya 31, 33, dan 45.Prof Dr dr
Andrijono, Sp.OG (K), menyatakan kanker serviks ditularkan melalui kontak kulit, umumnya melalui
hubungan seks. Umumnya yang terserang
adalah mereka yang pernah berhubungan seks atau yang sudah menikah. "Tapi tanpa penetrasi seks,
bisa saja tertular," kata Ketua
Kehormatan Asia-Oceania Research Organization in Genital Infection
and Neoplasia itu.
Andrijono menyatakan HPV adalah virus yang
umum, yang mungkin juga menular melalui
kulit tangan. "Makanya, jaga selalu kebersihan tangan," kata dia berpesan. Selain itu, kanker mulut
juga mungkin berkaitan dengan HPV. Ini
diduga karena melakukan seks oral.
Namun kenapa pria tak bisa tertular? Pada
pria, HPV bisa menyebabkan kanker kulit
di bagian alat vital, walau tak banyak. "Mungkin karena pria memiliki daya tahan tubuh yang lebih
baik daripada wanita," ujarnya.
Menurut data Globocan 2008, kanker di seluruh
dunia mencapai 530.232 kasus. Asia
memiliki 312.990 kasus kanker serviks alias 59 persen. Baik dari jumlah global maupun di Asia, 58 persen
meninggal. Kanker serviks merupakan
kanker terbanyak nomor dua di seluruh dunia maupun di Indonesia. Menurut WHO, tiap tahun ada 500
ribu kasus baru kanker serviks di dunia.
Separuhnya berakhir dengan kematian dan hampir 80 persen kasus terjadi di negara berpendapatan
rendah.
Bagaimana dengan Indonesia? Andrijono
menyatakan data kanker serviks secara
nasional memang susah. Namun, berdasarkan data yang masuk ke rumah sakit, lebih dari 70 persen kasus
kanker serviks ditemukan saat sudah
stadium lanjut. "Mereka umumnya telat memeriksakan," kata Andrijono. Pasalnya, mereka awam mengenai
penyakit ini. Padahal kanker serviks
lama berkembang biak. "Masa inkubasinya bisa sekitar 7 hingga 10 tahun," kata dia. Tapi ada juga yang
berkembang dengan cepat.
Di Indonesia, angka kejadian setiap satu jam
seorang perempuan meninggal karena
kanker serviks. Andrijono mengusulkan kepada pemerintah agar tes deteksi kanker serviks menjadi program
nasional. Dalam pertemuan dua tahunan
AOGIN di Bali dua pekan lalu, tema yang dipilih adalah "Holistic Approach to Eradicate Cervical Cancer".
Andrijono berharap, dengan pendekatan
yang menyeluruh, kanker serviks sudah bisa diketahui dan diobati sejak masih dalam bentuk lesi
pra-kanker.
Kanker serviks merupakan jenis kanker
peringkat dua yang banyak menyerang kaum
wanita. Berdasarkan data statistik rumah sakit di Indonesia pada 2008, kanker payudara menduduki
peringkat pertama (13,8 persen). Kanker
serviks mencapai 10,3 persen.
Menteri Kesehatan dr Endang Rahayu
Sedyaningsih, MPH, PhD, menyatakan
pemerintah sudah mencanangkan tes deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks. "Kini sudah mencakup 14
provinsi atau 42 persen, yang tersebar
di 68 kabupaten/kota," kata dia di Bali. Sasaran tes deteksi dini adalah mereka yang berusia 30 hingga 50
tahun. Targetnya, pada 2014, semua
provinsi sudah terjamah oleh tes deteksi dini dengan metode IVA. Saat ini angka kejadian serviks adalah
17,6/100 ribu wanita.
Padahal biaya deteksi dini untuk pencegahan
sangat murah dibanding biaya pengobatan.
Dari range usia, umumnya penderita kanker ini
di rentang usia 30 tahun ke atas.
"Tapi yang usia 18 tahun juga ada," kata dr Laila Nuranna, SpOG (K), salah satu pendiri
Inisiatif Pencegahan Kanker Serviks
Indonesia (Ipkasi). Di Bali, tren penderita kanker serviks makin muda. Menurut Prof Dr dr Ketut Suwiyoga, SpOG
(K), dibanding 1980-an, pada 2010,
rata-rata usia penderita kanker serviks makin muda. Pada 1980-an, rata-rata penderita kanker serviks
berada di usia 52,5 tahun. "Tapi
kini sudah di usia 39,2 tahun," kata guru besar obstetri dan ginekologi dari Universitas Udayana ini.
Menurut dia, hal ini dipengaruhi oleh
gaya hidup seks bebas.
Selain itu, faktor menikah dini. Menurut dr
Ketut, menikah sebaiknya umur 20 tahun
bagi wanita. Pasalnya, jika masih muda atau di bawah usia itu, daya tahan tubuh wanita masih lemah
sehingga berisiko kena kanker serviks.